Definisi Hutan Suatu Komparasi antara Undang Undang No. 5 Tahun 1967 dan Undang Undang No. 41 Tahun 1999
Definisi
Hutan Suatu Komparasi antara Undang Undang No. 5 Tahun 1967 dan Undang
Undang No. 41 Tahun 1999
Oleh:
Refdanil Nurcan
Tulisan singkat ini berusaha untuk memaparkan
perbedaan dari persoalan definisi hutan antara Undang Undang No. 5 Tahun 1967
dan Undang Undang No. 41 Tahun 1999,
yang bunyi, makna, pendeskripsian seperti panggang jauh dari api. Definisi atau
pengertian harus mampu menjabarkan keseluruhan dari objek yang akan dikaji.
Kesalahan dari pemilihan kata akan bermakna lain dan menimbulkan persepsi yang
berbeda-beda.
Interpretasi
ruang lingkup dan pengertian yang terkandung dalam definisi hutan pada UU No. 5 Tahun 1967 dan UU No. 41 Tahun 1999, yang dirumuskan oleh pakar dan lembaga kehutanan, dilakukan untuk:
(1) menentukan karakteristik biofisik hutan berdasarkan luasan (2) suatu
kesatuan ekosistem sedangkan pada UU No. 5 Tahun 1967 ditambahkan kalimat (3) ditetapkan oleh pemerintah perbedaan
antar definisi-definisi tersebut dalam menggambarkan identifikasi dan
selanjutnya dinilai rasionalitasnya.
Pengertian
atau definisi hutan disusun dengan tujuan tertentu atau berdasarkan sudut
pandang tertentu, seperti: perspektif ekologi, kepentingan kegiatan pengelolaan
hutan dan kegiatan lainnya (Triyono, 2011). Gambaran pengertian atau definisi
hutan yang dibuat oleh para pakar sebelum lahirnya UU No. 5 Tahun 1967 dapat
dilihat pada beberapa contoh berikut;
1. hutan
adalah kumpulan atau asosiasi pohon-pohonan yang cukup rapat dan menutup areal
yang cukup luas sehingga dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologis yang
khas, yang berbeda dengan iklim mikro dan kondisi ekologis areal diluarnya
(Dangler, 1930),
2. hutan
adalah suatu asosiasi tumbuh-tumbuhan yang didomonasi oleh pohon-pohon atau
vegetasi berkayu lainnya, yang menempati suatu areal yang cukup luas (Komite
Forest Terminologi Amerika Serikat, 1950).
Definisi (1)
hutan ditentukan oleh keberadaan pepohonan yang rapat pada areal
yang cukup luas, menggambarkan kondisi biofisik hutan dan fungsi ekologi hutan
sebagai masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam satu kesatuan ekosistem yang mampu menciptakan
iklim mikro. Definisi (2) hutan ditentukan oleh keberadaan pepohonan pada areal
yang cukup luas dan menggambarkan kondisi biofisik hutan.
UU No. 5 Tahun 1967, definisi hutan berbunyi: Hutan
ialah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang
ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan.
Penjelasan umum, definisi
hutan pada UU No. 5
Tahun 1967 yaitu :
Hutan
diartikan sebagai suatu lapangan yang cukup luas, bertumbuhan kayu, bambu
dan/atau palem yang bersama-sama dengan tanahnya, beserta segala isinya baik
berupa alam nabati maupun alam hewani, secara keseluruhan merupakan persekutuan
hidup yang mempunyai kemampuan untuk memberikan manfaat-manfaat produksi,
perlindungan dan/atau manfaat-manfaat lainnya secara lestari.
Luas minimum lapangan yang bertumbuhan itu adalah seperempat hektar, sebab hutan seluas itu sudah dapat mencapai suatu keseimbangan persekutuan hidup yang diperlukan, sehingga mampu memberikan manfaat-manfaat produksi, perlindungan, pengaturan tata-air, pengaruh terhadap iklim, dan lain sebagainya. Menteri memberi putusan dalam hal terdapat keragu-raguan apakah lapangan itu adalah hutan yang dimaksud dalam Undang-undang ini.
Luas minimum lapangan yang bertumbuhan itu adalah seperempat hektar, sebab hutan seluas itu sudah dapat mencapai suatu keseimbangan persekutuan hidup yang diperlukan, sehingga mampu memberikan manfaat-manfaat produksi, perlindungan, pengaturan tata-air, pengaruh terhadap iklim, dan lain sebagainya. Menteri memberi putusan dalam hal terdapat keragu-raguan apakah lapangan itu adalah hutan yang dimaksud dalam Undang-undang ini.
Sedangkan pada,
UU
No. 41 Tahun 1999, definisi hutan berbunyi: Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Pada UU No. 5 Tahun 1967, hutan digambarkan suatu ‘lapangan’ yang
bertumbuhan ‘pohon-pohonan’, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
la.pang.an [n]; tempat/tanah yang luas (biasanya rata) dari keterangan tersebut
dapat ditarik penjelasan bahwa lapangan yang dimaksud ditas adalah areal yang
luas terkadang gundul atau berumput, beralang-alang, sebagai contoh lapangan
sepekbola, sedangkan kata pohon-pohon.an yang merupakan kata ulang yang
bermakna menyerupai/seperti pohon, seperti halnya mobil-mobilan yang bermakna
menyerupai/seperti mobil.
Dari pemilihan kata yang tidak tepat terjadi pada kata lapangan
dan pohon-pohonan, dari kata-kata tersebut tidaklah tepat hutan digambarkan
sebagai lapangan yang terkadang rata (gundul) padahal kesan pertana terhadap hutan
yaitu luas dan disesaki oleh tumbuhan hijau seperti pohon dan tumbuhan lainnya
disana banyak hidup hewan (keanekaragaman hayati yang beragam). Dan lapangan
diartikan diatas tentunya tidak dapat memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi
keanekaragaman yang beragam tersebut.
Pohon-pohonan yang digunakan adalah benda yang menyerupai
pohon sama halnya seperti mobil-mobilan. Pohon-pohonan memiliki makna
menyerupai pohon. Apakah kita memerlukan pohon seperti itu untuk hutan kita?
Tentunya tidak tetapi dapat diperuntukan pada hiasan dekorasi saja.
Undang
Undang No. 5 Tahun 1967 pada pasal 1 ayat
(1) terdapat kalimat
“…dan yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan.”
Makna dari kalimat tersebut berkesan lebih
kurang: jika pemerintah sebut itu hutan maka itu hutan. Jika hutan yang
berhutan mungkin tidak disebut hutan, maka itu bukan hutan.
Berdasarkan
definisi hutan pada UU
No. 5 Tahun 1967 dapat diperoleh gambaran yaitu
lapangan yang ditumbuhi vegetasi yang didominasi oleh benda yang
menyerupai/seperti pohon, dan suatu kesatuan ekosistem dan hutan tersebutlah ditetapkan oleh Pemerintah.
Berdasarkan
definisi hutan pada UU No. 41 Tahun 1999 dapat diperoleh gambaran yaitu menggambarkan kondisi
biofisik hutan sebagai hamparan lahan yang ditumbuhi vegetasi yang didominasi
pepohonan, dan fungsi ekologi hutan sebagai masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam
satu kesatuan ekosistem yang mampu menciptakan iklim mikro. (Triyono,
2011).
Dan
Menurut Rahmawaty (2004), definisi hutan UU
No. 41 Tahun 1999, terdapat unsur-unsur yang meliputi;
a. suatu kesatuan ekosistem; b. berupa hamparan lahan; c. berisi sumberdaya
alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lainnya; d. Mampu memberi manfaat secara lestari. Keempat ciri
pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan.
Berdasarkan uraian di
atas dapat ditekankan bahwa terdapat perbedaan makna dan pendepskripsian antara
kedua Definisi hutan tersebut. Dan telah 32 tahun definisi hutan yang tidak
tepat itu membodohi kita semua. Sudah sewajarnya definisi hutan pada UU No. 5 Tahun 1967 direvisi. Kini definisi hutan pada
UU No. 41 Tahun 1999 sudah menggambarkan hutan sesuai dengan para pakar
kehutanan diatas yaitu perspektif ekologi.
Daftar Pustaka
Kamus
Besar Bahasa Indonesia
Pemerintah
RI. 1999. Undang-UndangNomor41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Pemerintah
RI. 1967. Undang-UndangNomor5 Tahun 1967 Tentang Kehutanan.
Rahmawaty. 2004. Hutan: Fungsi Dan
Peranannya Bagi Masyarakat. Usu Digital Library.
Simon,
Hasanu. 2000. Kilas Balik Sejarah Peraturan Tentang Kehutanan.
Jurnal Psda Vol.1 No 1
Suhendang,
E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB,
Bogor.
Triyono, Puspitojati. 2011. Persoalan Definisi Hutan
Dan Hasil Hutan Dalam Hubungannya Dengan Pengembangan Hhbk Melalui Hutan
Tanaman. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. Vol.
8 No. 3: 210 - 227
Comments
Post a Comment