KULTUR JARINGAN PADA TANAMAN AGGREK (Kajian Pustaka: Pengaruh Pemberian Variasi Media VW pada Eksplan Aggrek)
BAB
1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki
cukup banyak breeder anggrek yang berkualitas. Para breeder tersebut
terus melakukan breeding dengan menghasilkan beribu botol dengan isi
”berjuta tanaman”. Sebagian dari berjuta tanaman tersebut merupakan
angrek-angrek hibrida yang berkualitas dan layak menjadi kebanggaan
Indonesia.
Metode pebanyakan
konvensional memiliki kelemahan berupa terbatasnya bibit atau tanaman yang
dihasilkan serta membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh anakan baru. Hal
ini mengakibatkan rendahnya ketersediaan anggrek ini di pasar.
Media kultur jaringan
anggrek paling terkenal dan telah menjadi media dasar cloning anggrek adalah
media Vacin and Went (media VW). Media yang diformulasikan dan diperkenalkan
oleh E. Vacin dan F. Went sejak tahun 1949 ini terdiri dari unsur hara makro dan
mikro dalam bentuk garam-garam anorganik dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman khususnya anggrek. Komposisi dan cara membuat media ini seolah telah
dan harus menjadi keahlian dasar para praktisi kultur jaringan anggrek.
Sehingga demikian, banyak penelitian yang mempelajari pengaruh pemberian ”unsur
tambahan” ke dalam media VW terhadap pertumbuhan bahan tanaman (plantlet).
Sehingga saat ini, salah satu media kultur jaringan anggrek yang umum digunakan
adalah media Vacin and Went ditambah 1) bahan organik kompleks (seperti air
kelapa dan pisang) dan 2) sumber energi, yaitu karbohidrat sederhana (seperti
sukrosa, glukosa dan fruktosa). Selain itu, untuk media padat ditambahkan agar-agar
dan charcoal (arang aktif)
.
Gambar
1.1 Keindahan Bunga Anggrek
Pada saat ini Air
Kelapa, Bubur Pisang, bubur ubi kayu berdaging putih telah menjadi bahan
tambahan media VW di dunia kultur jaringan pada penelitian tanaman anggrek di Indonesia.
Dengan adanya variasi pada penambahan media VW akan memberikan pengaruh yang
lebih baik atau tidak sama sekali pada kultur jaringan tanaman aggrek tersebut?
Maka perlu studi pustaka guna mencari hasil penelitian-penelitian yang telah
ada agar pemilihan variasi tersebut dapat dipraktikan oleh para praktikan.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Kultur jaringan tanaman Anggrek
Anggrek termasuk ke dalam famili
Orchidaceae dan terdiri dari 20 000 – 35 000 yang tersebar ke dalam 800 genus
(Rimando, 2001). Anggrek paling banyak ditemukan di New Guinea, Indonesia,
Filipina, Thailand, Malaysia, beberapa daerah di Asia, Meksiko, Afrika dan
Amerika Tengah termasuk Costa Rica, Guatemala, Panama dan Honduras. Daerah
pesisir barat Amerika Selatan seperti Chili, Peru, Ekuador dan Kolombia
memiliki anggrek spesies sedangkan Hawaii yang merupakan pusat produksi anggrek
hanya memiliki sedikit anggrek spesies.
Perbanyakan Anggrek
dapat melalui 3 cara yaitu Biji dengan tingkat variasi
yang tinggi, Bulb dengan perbanyakan vegetatif dan kultur jaringan. Kultur
jaringan dianggap cara yang lebih baik.
Pada
tahun 1902, teknik kultur jaringan pertama kali digunakan oleh Haberlant.
Manfaat teknik kultur jaringan adalah berpotensi mengembangkan bibit tanaman
secara cepat dalam jumlah yang banyak. Menurut Goerge dan sherrington (1984),
keuntungan pada pembuakan kultur jaringan sebagai berikut:
1.
Proses pembiakan hanya
memerlukan ruang yang relatif kecil
2.
Pelaksanaan dalam
kondisi steril sehingga bibit yang dihasilkan bebas dari patogen
3.
Faktor lingkungan
seperti media, cahaya dan temperatur dengan mudah dikontrol
4.
Menghasilkan klon-klon
dari tanaman yang sulit diperbanyak secara vegetatif makro
5.
Tanaman dapat
diproduksi secara terus-menerus sepanjang tahun
Gambar2.
1. Kultur Jaringan Anggrek
Perbanyakan
tanaman secara in vitro atau yang lebih dikenal dengan kultur jaringan
terbukti dapat meningkatkan ketersediaan bibit tanaman dalam jumlah besar dan
seragam dalam waktu relatif singkat. Aplikasi teknologi ini telah banyak
dilakukan terhadap berbagai spesies tanaman, diantaranya seperti yang dilakukan
oleh Hutami (1998) untuk perbanyakan tanaman nilam khimera, Mariska (1998)
dalam upaya penyediaan benih tanaman jahe dan Kosmiatin (2005) dalam upaya
perbanyakan gaharu.
2.2
Media tanam VW (Vacint and Went modifikasi)
Cara membuat media generik kultur
jaringan anggrek (media Vacint and Went modifikasi) seperti berikut ini:
(Sumber: Widiastoety, 2003 dan leaflet Media Generik Kultur Jaringan Anggrek,
Balai Penelitian Tanaman Hias (diolah))
– Pembuatan larutan baku A per liter : - KNO3 5,250 gram
-
KH2PO4 2,500 gram
-
(NH4)2SO4 5,000 gram
-
MnSO4.4H2O 0,075 gram
– Pembuatan larutan baku B per liter :
MgSO4.7H2O 2,500 gram
– Pembuatan larutan Fe chelate per 100
ml: - FeSO4.7H2O 0,746 gram
-
Na2EDTA 0,556 gram
– Pembuatan larutan Ca3(PO4)2 0,200 gram
dengan HCl 1N, + 3 ml.
–
250 ml aquades + 100 ml larutan baku A + 100 ml larutan baku B + 5 ml Fe
chelate + larutan Ca3(PO4)2 + 150 ml air kelapa (telah disaring 3 kali) + 20
gram sukrosa
– Tepatkan larutan menjadi 1000 ml (1 L)
dan atur pH menjadi 5,2 dengan penambahan HCl 1 N atau NaOH 1 N
– Media dimasukkan ke dalam botol
secukupnya (+ 50 ml/botol)
– Dilakukan sterilisasi dengan autoclave
pada tekanan 15 lbs/1150C selama 15 menit
(Botol sebaiknya ditutup juga dengan
kertas koran)
– Media telah bisa dipakai setelah dibiarkan
seminggu untuk melihat apakah media terkontaminasi atau tidak.
2.3
Tahapan Penanaman Eksplan pada Teknik Kultur Jaringan
Sediakan bahan tanaman yang digunakan
adalah planlet (Anggrek). Bahan untuk pembuatan media meliputi larutan VW
(Vacint and Went) dan aquades. Alat yang digunakan dalam pembuatan media antara
lain botol kultur berukuran 300 ml, timbangan analitik, labu takar, gelas ukur,
pH meter, dan autoclave. Alat yang digunakan untuk penanaman adalah Laminar
Air Flow Cabinet (LAFC), gunting, pinset, scalpel, cawan petri, dan bunsen.
Bahan sterilisasi yang
digunakan adalah alkohol 70 % dan sodium hipoklorit. Sebelum ditanam ke media
pra perlakuan, planlet disterilisasi dengan direndam sodium hipoklorit 20%
selama 10 menit dan sodium hipoklorit 5% selama 5 menit untuk mencegah
kontaminasi.
Semua peralatan yang
akan digunakan dalam pembuatan media dicuci hingga bersih kemudian disterilkan
ke dalam autoclave pada temperatur 1210 C dengan tekanan 0.1 bar selama
satu jam. Alat-alat yang perlu disterilkan yaitu pinset, cawan petri, gagang
scalpel, pengaduk, erlenmeyer, botol kultur dan gelas piala.
Penanaman planlet
dilakukan dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) yang telah
disterilkan dengan menyemprot dinding LAFC menggunakan alkohol 70%. Setelah
planlet ditanam dalam media perlakuan, planlet disimpan dalam rak kultur dalam
ruangan yang bersuhu 250 C dengan pemberian cahaya (Lampu neon)
2.4
Variasi pada penambahan media VW
2.4.1 Variasi pada penambahan media VW +
Air kelapa
Air kelapa saat ini
telah menjadi bahan tambahan tetap media VW di dunia kultur jaringan anggrek
Indonesia. Menurut Widiastoety et al., (1997), dalam penggunaannya,
jenis kelapa tidak memberikan efek yang berbeda terutama antara kelapa varietas
genjah kuning dan varietas genjah hijau. Apa yang perlu diperhatikan adalah
tingkat ketuaan buah kelapa.
Widiastoety et al. (1997)
menyatakan bahwa penambahan air kelapa umur muda dan umur sedang sebanyak 150
ml/L media dapat mendorong pertumbuhan tinggi, panjang dan lebar daun
serta panjang dan jumlah akar plantlet anggrek Dendrobium, sedangkan
pemberian kelapa tua tidak memberikan efek yang berbeda dengan media tanpa air
kelapa. Air kelapa baik digunakan pada media kultur jaringan karena mengandung
zat atau bahan-bahan seperti vitamin, mineral, asam-asam amino, dan asam
nukleat fosfor serta zat tumbuh auksin dan asam giberelat yang berfungsi
sebagai penstimulir proliferasi jaringan, memperlancar metabolisme dan
respirasi (Tuleckle et al., 1961 didalam Widiastoety et al.,
1997).
Selain itu, air kelapa
juga mengandung zeatin dan ribozeatin (kelompok zat tumbuh sitokinin) yang
mempunyai kemampuan dalam merangsang pembelahan dan diferensiasi sel, terutama
dalam hal pembentukan pucuk tanaman dan pertumbuhan akar (Hess, 1975 didalam
Widiastoety et al., 1997). Selain itu, air kelapa juga mengandung
karbohidrat yang merupakan bahan dasar untuk menghasilkan energi dalam proses
respirasi dan bahan pembentukan sel-sel baru.
Penggunaan air kelapa
tua kurang berdampak positif karena kandungan zat hara dalam air kelapa
tersebut telah tidak mencukupi lagi bagi kebutuhan tanaman. Dalam hal ini,
unsur-unsur hara tersebut telah digunakan untuk pembentukan daging buah air
kelapa (Widiastoety et al., 1997). Sama dengan manusia, sumber energi
utama tanaman adalah karbohidrat. Karena pentingnya peran karbohidrat untuk
pertumbuhan tanaman tersebut, maka ke dalam media kultur jaringan anggrek
ditambakan pula sumber karbohidrat sederhana, seperti sukrosa, glukosa dan
fruktosa.
Meskipun didalam
persenyawaan komplek organik (air kelapa, pisang, ubi kayu) yang biasa
ditambahkan ke dalam media kultur jaringan sumber energi tersebut
telah tersedia, namu karena karbohidrat tersebut
telah banyak digunakan untuk proses
respirasi dan pembentuk sel-sel baru
tanaman maka penambahan sumber energi lainnya sangat diperlukan guna mencukupi
kebutuhan tanaman. Karbohidrat yang digunakan umumnya sukrosa atau glukosa pada
konsentrasi 2-3% (Murashige, 1974 didalam Widiastoety et al.,
1997).
Widiastoety et al. (1995)
menyatakan bahwa 10 dan 20 g/L sukrosa, 20 g/L fruktosa, 10, 20 dan 30 g/L
glukosa serta 20 g/L gula pasir memberikan hasil yang lebih baik terhadap
pertumbuhan plantlet anggrek Dendrobium dibandingkan media tanpa sumber
karbohidrat sederhana, sedangkan penambahan sumber energi tersebut dalam jumlah
yang lebih banyak justru menyebabkan tanaman terhambat pertumbuhannya. Menurut
penelitian tersebut, kondisi seperti itu diduga akibat adanya keracunan (karena
jumlah ”gula” berlebih) sehingga menimbulkan gangguan-gangguan seperti
terhambatnya penyerapan zat hara, pembengkakan sel atau hipertrofi, penumpukkan
agregat-agregat vakuola sehingga plasma sel lepas dari dinding sel (lisis).
Menurut Surachman (2011) penggunaan media MS
ditambah air kelapa 10% pada perbanyakan nilam secara in vitro menghasilkan
persentase tunas hidup rata-rata 100%, jumlah tunas 3, tinggi tunas 1,61 cm,
dan jumlah daun 9,10.
2.4.2 Variasi pada penambahan media VW +
Bubur Pisang
Khusus pada media padat
untuk subkultur plantlet berupa plb dan tanaman kecil, penambahan
bubur pisang telah menjadi ”kebiasaan tetap” bagi banyak praktisi kultur jaringan
anggrek (penambahan bubur pisang dan sejenisnya tidak dilakukan untuk media cair
dan media inisiasi plantlet mata tunas dan sejenisnya). Menurut hasil
penelitian Pramesyanti (1999) didalam Widiastoety dan Purbadi (2003),
dari beberapa kultivar pisang ternyata pisang ambon lumut (50 g/L) memberikan
pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan jumlah dan luas daun plantlet anggrek
Dendrobium.
2.4.1 Variasi pada penambahan media VW +
Bubur Ubi kayu
Penggunaan bubur pisang
adakalanya diganti oleh bahan lain seperti tomat dan ubikayu. Widiastoety dan
Purbadi (2003) menyatakan bahwa penggunaan bubur ubi kayu berdaging putih (50
g/L) memberikan hasil yang sama baik dengan pisang ambon lumut terhadap
pertumbuhan tinggi plantlet, serta jumlah dan luas daun. sedangkan
ubikayu berdaging kuning (50 g/L) memberikan pengaruh terbaik terhadap
pertumbuhan akar.
Hasil positif tersebut
disebabkan oleh kandungan vitamin B1 (0.12 mg/100g) ubi kayu yang dapat
membantu mempercepat pembelahan sel pada meristem akar. Selain itu, menurut
Widiastoety dan Bahar (1995) pengaruh positif ubi kayu disebabkan oleh
kandungan karbohidrat yang tinggi pada ubi kayu.
BAB
3 KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini yaitu:
1.
Pemberian air kelapa sebanyak 150 ml/l
pada tingkat ketuaan kelapa muda dan sedang dapat mendorong pertumbuhan tinggi,
panjang dan lebar daun serta panjang dan jumlah akar plantlet anggrek
planlet anggrek
2. Pemberian
Bubur Pisang ambon lumut (50 g/L)
berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah dan luas daun plantlet anggrek
3. Pemberian
Bubur ubi kayu yang dapat membantu mempercepat pembelahan sel pada meristem
akar.
3.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
terkait penambahan Variasi media VW dan
pemilihan variasi tersebut di atas dapat perlu di coba oleh
praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012. Media Kultur Jaringan Anggrek
Astarini, Ida
Ayu. 2010. Kultur Jaringan Angrek.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp) Jakarta, 2007
Adaptasi Teknologi Pembibitan Anggrek
Secara Kultur Jaringan.
Trenggono,
Ardhanariswari Dan Ni Made Armini Wiendi. 2011. Induksi
Pembungaan Secara In Viro Pada Tanaman Anggrek Cymbidium Varietas Lovely
Angel( In Vitro Flower Induction Of Orchid Cymbidium Var. Lovely
Angel). Makalah Seminar Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Oktafiani,
Astri. Dkk. 2012. Pengaruh Beberapa Media Kultur Jaringan
Terhadappertumbuhan Planlet Anggrek Phalaenopsis Bellina Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.
Surachman, Dedi. 2011. Teknik Pemanfaatan Air Kelapa Untuk Perbanyakan
Nilam
Secara In Vitro.
Buletin Teknik Pertanian Vol 16. No 1. Hal: 31-33
bermanfaat bget min, izin copas ya... :-)
ReplyDeleteTerimakasih info nya..
ReplyDelete